Canda dan tawa mereka memecahkan keheningan kelas dipagi
hari. Suasana yang begitu hangat mereka ciptakan, hingga dinginnya udara pagi
yang menusuk hingga tulang, tak terasakan. Chaca memperbaiki posisi duduknya.
”Nggak
terasa ya.. Kita udah duduk di ruangan ini, mengenakan seragam putih abu-abu.”
”Iya
ya.. Nggak nyangka..” ujar Arie. ”Tapi..” kalimat Arie terpotong.
”Kenapa,
Rie?” tanya Rian. ”Apa ada yang bisa kami bantu?”
”Aku
nggak kenapa-napa kok..” ujar Arie, sembari menatap Chaca. ”Akan tetapi..
minggu depan aku udah nggak bersama kalian lagi..”
”Aku
nggak salah denger kan?” Chaca mencoba meyakinkan, sembari menggenggam tangan
Arie. ”Kakak mau ke mana?” tambahnya, dan meneteskan air matanya.
”Cha..
aku minta maaf...... banget ama kamu..” ujar Arie, dan beranjak dari tempat
duduknya, mendekati Chaca dan merangkulnya. ”Aku juga nggak pengen pindah ke
Bandung saat ini. Aku masih ingin bersama kalian. Jangan nangis dong.. Aku
nggak bakalan pergi untuk selamanya kok. Suatu saat nanti kita pasti akan
bersatu lagi..”
”Beneran?”
Chaca mencoba meyakinkan.
”Iya..”
ujar Arie sambil mengusap air mata Chaca. ”Aku janji, tiap malem aku nelpon
kamu dan Rian. Komunikasi kita nggak boleh putus..”
”Janji?”
Chaca mengacungkan kelingkingnya.
”Iya
aku janji..” ujar Arie, dan mengaitkan kelingking mereka.
”Dasar..
Anak Manja..” sahut Rian. ”Manjanya emang nggak pernah hilang. Cha...Cha...”
”Biarin..
Kalau aku yang manja mah, wajar atuh. Kalau kalian mah.....?”
”Huh..
Dasar manja loe...!”
”Udah..
Udah..” lerai Arie. ”Jangan bertengkar dong.. Nggak baik. Ya udah yuk.. kita
menuju ke lapangan upacara. Entar telat lagi..”
”Awas
ya.. nyindir-nyindir aku lagi..”
”Kalau
aku tetep nyindir? Kamu mau apain aku?”
”Hee-eemm...”
rengek Chaca.
””Eh..
udah..udah. Yuk...” lagi-lagi Arie meleraikan mereka.
* * *
Arie
tengah menyiapkan pakaian, buku-buku dan barang-barang lainnya. Tiba-tiba Arie
terkagetkan oleh sosok seorang gadis di depan pintu kamarnya.
”Astagfirullahalazim..”
beranjak dan mendekati Chaca. ”Cha.. Cha.. Kamu ini, ya.. Ngagetin aku aja..”
”Kakak
jangan sampai lupa ya, dengan janji kakak. Dan hubungin aku kalu udah nyampe di
Bandung.”
”Iya..
Adikku.. Chaca sayang...” ujar Arie, dan memeluk Chaca.
”Ye...
Malah peluk-pelukkan.” sahut Rian, yang baru saja tiba.
”Chaca..”
tiba-tiba suara yang berasal dari belakang Rian membuat pelukkan Chaca dan Arie
terlepas.
”Chaca..
Tenang aja ya, dik..” ujar Dharma, kakak Arie. ”Kalau Arie ampe macem-macem dan
nggak nelpon-nelpon kamu.. Dia akan berurusan dengan aku..”
”Macam-macam
apaan nih maksudnya, bang?” ujar Arie keheranan.
”Ya… macam-macam..
Seperti.. selingkuh gitu..”
“Selingkuh?
Emangnya aku dan kak Arie ada hubungan apa? Pacaran?” ujar Chaca kebingungan.
”Ya..
gitu deh.. Kalau bukan pacaran, terus apaan dong namanya? Buktinya aja, tangan
Arie masih nyantol tuh di pundak kamu.”
”Eh..
Iya ya.. Abang bener..” sahut Rian.
Kemudian
Arie melepaskan rangkulannya. ”Udah ah.. Nggak usah dibahas.. Aku mau nyiapin
barang-barang aku dulu.. Entar ketinggalan pesawat lagi..” Arie mengalihkan
pembicaraan.
* * *
”Rian..
Aku titip Chaca ya..” ujar Arie, beberapa menit sebelum keberangkatannya. ”Jaga
dia baik-baik. Anggaplah dia seperti adikmu sendiri.”
”Insya
Allah.. Aku akan menjaganya semampuku.”
”Ade...”
ujar Arie, sembari menggenggam kedua tangan Chaca. ”Aku harap.. Kamu dan Rian
akur, ya.. Dia yang akan menggantikan aku sementara waktu.” lanjutnya dan
memeluk Chaca.
”Hati-hati
ya, kak.” ujar Chaca dan melepaskan pelukkan Arie. ”Hubungi aku, kalu udah
nyampe. Jangan lupa, kenakan jaketnya.”
”Iya,
adikku sayang.. Ya udah, kakak pergi dulu ya..” pamit Arie. Kemudian ia masuk
ke dalam pesawat. Selang beberapa menit kemudian, pesawat yang ditumpangi Arie,
dan kakaknya terbang menuju ke Bandung.
* * *
Setelah
keberangkatan Arie ke Bandung, kini Rian dan Chaca lebih akur dan selalu
bersama. Tak pernah ada lagi percekcokan, pertengkaran dan marah-marahan. Yang
ada hanyalah pertemanan yang begitu indah.
Beberapa
minggu sebelum ujian nasional tiba, Rian baru menyadari penyakitnya. Ia
mengidap kanker otak, stadium dua. Akan tetapi, ia menyembunyikannya dari kedua
sahabatnya. Ia tak ingin kedua sahabatnya khawatir akan kondisinya saat ini.
Namun suatu hari, saat Rian dan Chaca sedang berada di perpustakaan, Rian
merasakan sakit yang luar biasa di kepalanya.
”Rian..
kamu kenapa?” tanya Chaca. Namun Rian tak melontarkan kata-kata, sepatah
katapun. Dia hanya merintih kesakitan, hingga ia terjatuh pingsan.
”Rian..
Rian..” ujar Chaca. ”Tolong… Tolong… ada yang pingsan..” lanjutnya, seraya
memberitahukan kepada orang-orang yang berada di dalam perpustakaan. Kemudian
Rian dibopong ke ruang UKS, yang letaknya tak jauh dari perpustakaan. Selang
beberapa menit kemudian, Rian pun sadar.
”Rian..
Kamu kenapa?” tanya Chaca. Namun Rian tak menjawab pertanyaan-pertanyaan yang
di lontarkan Chaca. ”Kamu istirahat aja dulu. Nggak usah beranjak dari tempat
tidur ini.”
”Chaca..
aku nggak apa-apa.. Aku ingin keluar.”
”Nggak
apa-apa naon? Wajah kamu tuh pucet banget.. Sebenarnya kamu kenapa? Kamu sakit?
Kamu cerita dong ama aku, kalau kamu kenapa-kenapa. Kalau ada apa-apa jangan
dipendam sendiri dong..”
”Aku
nggak kenapa-napa kok.” Rian masih ngotot untuk tidak memberitahukannya kepada
Chaca.
”Rian…
aku mohon dengan sangat. Kamu sayangkan ama aku? Tolong jangan sembunyikan
apapun dariku.”
”Chaca..
Aku nggak kenapa-napa kok. Nggak ada yang perlu aku jelasin dan kamu ketahui.”
bentak Rian.
Karena
bentakan Rian, Chaca pun terduduk dan mulai meneteskan air matanya. Rian pun
berusaha bangkit dan beranjak dari tempat tidur, dan mendekati Chaca.
”Chaca..
aku minta maaf. Bukan maksud aku ingin membentak kamu.. Tapi, aku nggak mau
kamu terlalu khawatir ama aku. Selama aku masih di sini dan masih bersama kamu,
berarti aku nggak kenapa-napa..”
”Tapi..
belakangan ini kamu tuh sering kesakitan. Terutama dibagian kepala kamu. Aku
nggak mau kamu menderita sendirian. Aku nggak mau kamu menyembunyikan semua ini
dari aku..”
”Okey..
aku akan beri tahu ama kamu. Tapi, sebelumnya aku mohon. Sembunyikan hal ini
dari semua orang. Terutama, Arie.” Chaca mengangguk. ”Aku mengidap kanker
otak.” lanjutnya, akan tetapi Rian tetap menutupi separah apa penyakitnya itu.
”Astagfirullahalazim..
Apa kamu udah periksa ke dokter?”
”Udah
kok. Dokter udah kasih resep obat buat aku.”
”Tapi
belum diminum, kan?”
”Udah
kok. Tapi, tadi pagi..”
”Sekarang?”
”Belum..”
”Ya
udah, yuk ke kantin.”
”Ngapain?”
”Makan,
terus minum obat.”
”Masih
kenyang…”
”Sayang
ama diri sendiri apa nggak?” Rian menggeleng. ”Iiiih.. nih anak, kebangetan
banget sih.. Ya udah.. sayang sama aku nggak?” Rian mengangguk. ”Kalau gitu,
lakukanlah demi aku dan diri kamu sendiri.”
”Iya
deh.. semua demi kamu.. aku.. dan Arie..”
”Nah..
gitu dong..”
* * *
Iringan
musik ’Harry Potter’ terdengar dari handphone Chaca, menandakan ada telepon
masuk. Chaca melihat ’Catty’nya, Catty adalah nama yang ia sebut untuk jam
dindingnya yang berbentuk kucing. Jarum jam menunjukkan pukul 04.00 WIB. Chaca
pun membiarkan handphonenya berdering dan melanjutkan tidurnya. Ia berfikir,
hanya orang iseng saja yang ingin menghubunginya saat ini. Setelah berkali-kali
handphone Chaca berdering, akhirnya iapun mengangkat telepon itu.
”Siapa
sih, yang nelpon aku jam segini? Gangguin istirahat aku aja.” omel Chaca,
sebelum ia mengangkat telepon. ”Siapa sih? Nomer baru..” lanjutnya.
”Hallo..
Assalamualaikum.. Maaf sebelumnya udah ganggu jam istirahat kamu. Ini betul
dengan Chaca Arlia Khanza?”
”Walaikumsalam..
Iya.. ini dengan siapa ya?”
”Saya
Bintang. Kakaknya Rian Daryoga Arya. Apa kamu udah tahu tentang penyakit Rian?”
”Iya..
Emangnya ada apa ya?”
”Aku
minta tolong.. Tolong bujuk Rian untuk nurutin keluarganya, untuk pindah ke
Jakarta, lusa.”
”Insya
Allah, aku bisa membujuknya.”
”Terima
kasih, ya.. Wasalamualaikum..”
”Iya..
sama-sama. Walaikumsalam..”
Chaca menutup telepon. Ia melihat kembali Catty-nya, yang telah menunjukkan
pukul 05.00 WIB. Ia pun beranjak dari tempat tidurnya dan bergegas
berwudhu.
* * *
Sore
harinya, ketika Chaca melintas disebuah taman, ia bertemu dengan Rian. Chaca
pun membujuk Rian, agar Rian menuruti kata-kata keluarganya. Setelah beberapa
kali Chaca berusaha membujuk Rian, akhirnya Rian pun mau pindah dan berobat di
Jakarta.
Beberapa
hari setelah ujian nasional tiba, Chaca berteman dengan Radit, mantan ketua tim
basket di sekolahnya. Raditlah yang selalu menjaga Chaca, ketika Manda dan Sifa
memfitnah Chaca. Pada awalnya, Chaca difitnah oleh Manda dan Sifa, bahwa Chaca
adalah seorang gadis perayu dan matre. Karena dua orang siswa paling tenar di
sekolah mereka telah pindah, yaitu Arie dan Rian. Kini Chaca berteman dengan
seorang mantan ketua tim basket di sekolah mereka. Bukan hanya mantan ketua tim
basket, Radit juga adalah seorang pelatih karate di sekolah mereka. Maka dari
itu, Manda dan Sifa mempunyai niat tak baik untuk membuat Chaca menjadi buruk
dihati teman-teman mereka.
Hingga
pada perpisahan yang diadakan di sebuah hotel mewah, yaitu pada malam
’Promnight’, Chaca datang bersama Arie. Arie datang ke Malang, karena ia tahu
bahwa Chaca dalam keadaan dipojokkan oleh teman-temannya. Dan Radit datang
bersama kekasihnya, yaitu Melliyana. Sepupu Chaca, dari Surabaya.
Pada
saat pemilihan Raja dan Ratu ’Promnight’, semua siswa-siswi terkagetkan oleh
pengumuman yang dilontarkan oleh pembawa acara.
”Nah..
kini saatnya pemilihan Raja dan Ratu ’Promnight’.. yang dimenangkan oleh..
pasangan Chaca Arlia Khanza dan Arie Praditya..”
”Apa..?
Kok Arie datang?” ujar Manda tak percaya.
”Aku
nggak salah liat kan, Man?” tanya Sifa kepada Manda, tak percaya atas semua
yang ia lihat.
Sementara
di atas panggung, Arie memberi saran. Pesan dan ucapan terima kasih.
”Sebelumnya saya ucapkan terima kasih kepada semua teman-teman. Dan saya mohon
maaf. Karena atas kedatangan saya, akhirnya pemilihan Raja dan Ratu ’Promnight’
jatuh kepada kami.”
”Walaupun
kamu kini tak menjadi siswa dari SMA Bumi Putra lagi, akan tetapi.. Raja
sekolah itu adalah kamu. Dan Ratunya adalah Chaca.” ujar pembawa acara, yang
bernama Cikka, mantan ketua OSIS. ”Kalian adalah pasangan serasi. Tak pernah
terpisahkan, walaupun jarak yang memisahkan kalian. Dan satu hal yang ingin
saya ucapkan dan beritahukan kepada teman-teman sekalian. Bahwa gosip yang
teman-teman dengar, itu adalah rekayasa Manda dan Sifa belaka. Buktinya, Radit
datang bersama sang kekasihnya. Dan Arie bela-bela datang untuk Chaca. Chaca
itu bukanlah gadis Matre. Ia lebih tajir dibanding kita semua. Dialah pemilik
SMA Bumi Putra ini. Bukan dari usaha Ayahandanya, akan tetapi dari hasil
tabungannya sendiri, karena telah mensukseskan perusahaan yang diberikan oleh
Ayahandanya. Ia menjalankannya dari nol hingga maju dan berhasil sampai saat
ini. Oh iya.. perusahaan yang ia pegang, yaitu sebuah perusahaan yang ada
ditengah kota kita, yaitu perusahaan ’BFF’. Yang maksud dari nama itu adalah
’Best Friend Forever.’ Itulah nama pershabatan Chaca, Arie dan Rian.”
tambahnya.
”Oh..
ternyata selama ini Manda dan Sifa iri terhadap Chaca. Atau mungkin.. ia
mencintai dari salah seorang ketiga cowok yang dekat dengan Chaca.” celetuk
seorang cowok yang berada di dekat panggung.
Karena
Manda dan Sifa sudah terlanjur malu, mereka lari menuju tempat parkir mobil.
Dan mereka bergegas pulang. Sementar suasana di salam hotel, kini sangat
meriah. Mereka berpesta pora hingga pukul 00.00 WIB. Karena ini adlah malam
terakhir dimana mereka bertemu untuk terakhir kalinya. Esok hari, mereka telah
pergi mencari perguruan tinggi yang mereka minati.
* * *
Kini
Chaca, Arie dan Rian bersatu kembali. Mereka kini tengah kuliah di sebuah
universitas di D.I. Yogyakarta. Yaitu Ubiversitas Gajah Mada. Sebuah
universitas yang terkenal, dan sangat baik. Hany orang-orang yang cerdaslah
yang masuk di sana. Mereka lulus di sebuah fakultas kedokteran.
Pada
awal kegiatan belajar-mengajar, Rian selalu hadir. Namun, ketika masuk
pertengahan semester, penyakit Rian mulai parah. Kini ia difonis oleh para
dokter, bahwa kanker otaknya kini mencapai stadium 3. Dan akan mencapai stadium
4. Namun Rian tak ingin berobat lagi. Karena ia tak ingin menyusahkan kedua
orang tuanya, dan sahabat-sahabatnya untuk mengurusi penyakitnya. Ia yakin,
jika ia akan pergi meninggalkan mereka saat ini, ia tak perlu bersedih. Karena
kini Chaca akan bahagia bersama Arie. Dan ibunya pasti akan mengikhlaskannya
pergi.
Hingga
pada suatu hari, ketika Arie, Chaca dan Rian tengah asik ngobrol di sebuah
cafe, lagi-lagi Rian terjatuh pingsan, dan langsung dilarikan ke rumah sakit
terdekat. Beberapa minggu Rian tak sadarkan diri. Dan di saat ulang tahun
Chaca, 19 Desember 2010, akhirnya rian pun siuman.
”Rian
kamu udah sadar?” tanya Arie, yang pada saat itu adalh tugasnya untuk menjaga
Rian.
”Rie..
Chaca mana?”
”Chaca
lagi menuju ke sini. Entar lagi ia datang. Apa ada yang bisa aku bantu?”
”Rie..
tolong jaga Chaca baik-baik ya.. Aku harap kalian bersatu dalam sebuah ikatan.
Kalau nggak, aku nggak bakalan ridhoi kalian berhubungan dengan yang lain.”
”Maksud
kamu apaan? Tapi, kamu sendiri kan yang bilang, pacaran itu haram hukumnya
dalam agama Islam.”
”Bukan
pacaran. Akan tetapi, dalam suatu hubungan pernikahan atau sejenisnya. Karena
aku nggak mau ngeliat Chaca bersama yang lain, yang tak ku kenal. Tolong
sayangilah ia sepenuhnya. Jangan sakiti hatinya. Jaga dia baik-baik. Karena aku
uda nggak bisa menjaganya.”
”Kamu
kok ngomongnya gitu sih, Rian? Nggak baik tahu.. Kamu pasti akan sembuh. Kita akan
selalu ada di sisimu. Aku nggak mau kehilangan kamu.”
”Aku
tetap akan menjadi sahabat sejatimu kok. Selamanya..”
Chaca
pun datang.
”Cha..
Sini..” Rian memanggil Chaca dan melambaikan tangannya. Chaca pun mendekatinya.
”Kamu
udah sadar, Rian.. Ada apa?”
”Aku
sayang.. banget ama kamu.. Sebenarnya aku suka ama kamu, sejak kita berdua
telah akur kembali. Akan tetapi, aku merasakan bahwa kamu menyayangi Arie. Aku
ingin memanjakanmu, seperti Arie memanjakanmu. Akan tetpi, aku nggak tahu,
gimana caranya. Karena aku sangat dingin terhadap sifat wanita.”
”Memang
kakak nggak bisa memanjakan aku. Tapi, tanpa kakak sadari, kakak udah
memanjakan aku, melebihi Arie. Aku juga sayang sama kakak..”
”Tapi,
hanyalah sebagai seorang kakak kan?” ujar Rian, sembari memeluk Chaca. ”Cha,
aku boleh nggak, tidur di pangkuan kamu?”
Chaca
mengangguk. Saat Rian mulai menutup matany, Rian pun pergi kembali ke sisi-Nya,
tanpa mereka sadri. Hingga pada saat mereka sadari, bahwa Rian telah tidur
berjam-jam lamnya, melebihi waktu tidur orang normal. Chaca pun berusaha
membangunkan Rian. Akan tetapi, Rian telah tak ada dan tak berkutik lagi. Rian
pergi dengan tenang.
* * *
Setelah
sebulan lamanya, Rian telah berpulang ke Rahmatullah, Chaca masih berduka cita.
Arie pun berinisiatif untuk membawanya ke sebuah rumah, di mana Rian selalu ada
di sana, ketika hatinya sedang gundah, dan sedang menenangkan diri.
Saat
malam tiba, Chaca bermimpi bertemu Rian. Rian menyampaikan pesan kepadanya.
”Janganlah selalu bersedih. Berbahagialah bersama Arie. Aku akan turut bahagia,
jika kamu bahagia. Akan tetapi, jika kamu bersedih atas kepergianku, akupun
turut bersedih dan tak tenang. Aku akan selalu hidup di hati kamu. Hanya hatimu
yang bisa membunuhku. Tersenyumlah, adikku sayang..”
”Rian....
jangan pergi...” teriak Chaca, sehingga membuat Arie, yang tidur tepat di depan
kamar Chaca pun terbangun, dan berlari menuju kamar Chaca.
”Cha...Cha..
Kamu kenapa? Cha..bangun, Cha..” Arie membangunkan Chaca. Chaca pun terbangun.
Saat ia terbangun, ia langsung memeluk Arie. ”Udah, nggak usah terlalu
difikirkan. Rian udah tenang di alam sana. Janganlah kamu membuatnya menangis
lagi, ya..” tambahnya, Chaca pun mengangguk. ”Ya udah.. sekarang ada aku di
sini yang akan selalu bersama kamu. Sekarang kamu bobo lagi ya..” Chaca pun
tidur kembali. Mulai saat itu, Chaca sudah tak bersedih seperti dahulu. Kini ia
mulai membiasakan diri dan menerima kepergian Rian.
Sahabat
sejati memang sangat sulit diterima kepergiannya. Akan tetapi, dia selalu ada
di hati kita, sampai kapanpun. Cinta yang tumbuh dalam sebuah persahabatan,
tidak selamanya akan berujung bahagia dan bersatu dalam sebuah ikatan. Pasangan
hidup, hanya Tuhan yang tahu, dan akan ditemukan jika kita telah dewasa dan
telah mapan, atau siap untuk hidup berdua dengannya. Cinta saat ini, bukanlah
cinta sejati. Itu semua hanyalah cinta sesaat, alias hanya pelampiasan suka
belaka. Janganlah terlalu terlena dengan yang namanya cinta kepada lain jenis.
Akan tetapi, cinta kepada pelajaran, itulah cinta yang benar-benar cinta yang harus
diciptakan. Agar pelajarannya mengasikkan dan tak membosankan. Janganlah
perhatikan gurunya, yang bagi kalian itu sangat membosankan dan menyebalkan.
So..
Cintailah pelajaran yang kalian jalanai saat ini. Insya Allah.. Masa depan
kalian akan cerah. Dan cita-cita kalian akan tercapai.
.. End ..
Free Template Blogger collection template Hot Deals BERITA_wongANteng SEO